Fomototo dan Bahasa Baru Era Digital: Ketika Istilah Virtual Menjadi Budaya Kolektif

Dalam beberapa dekade terakhir, teknologi tidak hanya mengubah cara manusia bekerja dan berkomunikasi, tapi juga turut memengaruhi bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Istilah-istilah seperti “nge-post”, “DM-in aja”, atau “scroll terus” adalah contoh dari pergeseran bahasa Indonesia yang dipengaruhi dunia digital.


Salah satu istilah yang akhir-akhir ini sering muncul di berbagai forum online dan obrolan komunitas digital adalah fomototo. Awalnya dikenal sebagai nama sebuah platform hiburan online, kata ini perlahan mengalami transformasi makna dan fungsi dalam konteks sosial masyarakat pengguna internet Indonesia.







Fomototo Sebagai Label dan Identitas Digital


Banyak pengguna yang awalnya mengenal fomototo dari konten media sosial, diskusi grup Telegram, atau percakapan daring. Namun, seiring waktu, istilah ini tak lagi hanya merujuk pada nama platform, tetapi mulai digunakan dalam konteks percakapan harian:





  • “Eh, lo anak Fomototo ya sekarang?”




  • “Gue sih udah fomototo-an dari 2023.”




  • “Mainnya jangan barbar, fomototo itu soal strategi juga.”




Secara linguistik, ini menunjukkan bahwa fomototo telah menjadi bagian dari wacana komunitas, dan berfungsi sebagai penanda identitas, pengalaman, bahkan gaya hidup digital.







Bahasa sebagai Cermin Budaya Digital


Apa yang terjadi pada kata “fomototo” mirip dengan apa yang terjadi pada kata “Google” di awal 2000-an. Dulu hanya nama perusahaan, tapi sekarang jadi kata kerja: “googling”. Fenomena ini disebut dengan generikasi merek, ketika nama properti komersial berubah menjadi kata yang digunakan umum.


Jika tren ini berlanjut, fomototo bukan tidak mungkin menjadi simbol dari jenis hiburan digital tertentu yang langsung dipahami tanpa penjelasan panjang.







Peran Komunitas Online dalam Menyebarkan Kosakata Baru


Kosakata seperti fomototo menyebar bukan dari lembaga resmi atau media besar, tetapi dari komunitas pengguna aktif yang membangun budaya mereka sendiri. Di sinilah kekuatan dunia digital hari ini:





  • Bahasa berkembang secara organik




  • Kata baru muncul dari praktik, bukan dari teori




  • Komunitas menjadi pencipta sekaligus pengguna istilah




Ini menandakan bahwa era digital membawa kita pada pembentukan bahasa kolektif baru, yang tidak selalu formal, tetapi tetap memiliki makna dan fungsi yang kuat.







Kesimpulan: Fomototo dan Evolusi Bahasa di Era Teknologi


Fomototo mungkin dimulai sebagai sebuah platform digital hiburan. Tapi seperti banyak kata dalam sejarah bahasa, ia berkembang menjadi sesuatu yang lebih: penanda budaya, simbol pengalaman bersama, dan bahan identifikasi komunitas.


Ketika kita mengamati bagaimana istilah seperti ini lahir dan berkembang, kita sedang melihat proses hidupnya bahasa itu sendiri. Bahasa bukan sekadar alat komunikasi, tapi cermin dari dinamika zaman.


Dan fomototo adalah salah satu contoh menariknya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *